RENCANA OPERASIONAL INDONESIA’S FORESTRY AND OTHER LAND USE (FOLU) NET SINK 2030
schedule 01 April 2022

Indonesia telah melakukan ratifikasi Paris Agreement melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016,
diantaranya dengan komitmen tindakan progresif mencapai tujuan global dalam membatasi kenaikan
rata-rata suhu global di bawah 2°C dari tingkat pre-industrialisasi dan terus berupaya untuk membatasi
kenaikan suhu hingga di bawah 1,5°C. Komitmen tersebut dinyatakan dalam dokumen Nationally
Determined Contribution (NDC) yang memuat komitmen target penurunan emisi GRK sebesar 29%
(CM1) dan sampai dengan 41% (CM2) dibandingkan business as usual (BAU) pada tahun 2030.
Pemerintah telah menyusun Strategi Implementasi NDC pada tahun 2017, ditindaklanjuti dengan
penyusunan Road Map NDC Mitigasi pada tahun 2019. Pada tahun 2021, Pemerintah Indonesia
menyampaikan update NDC dan menyusun strategi jangka panjang pembangunan rendah karbon
berketahanan iklim (Long Term Strategy Low Carbon and Climate Resilience 2050; LTS-LCCR 2050)
dan telah disampaikan ke Sekretariat UNFCCC pada Juli 2021 sebelum COP 26 UNFCCC di Glasgow
November 2021.
NDC Indonesia terangkum dalam sektor-sektor; Energi, Pertanian, FOLU (Forestry and other Land
Uses), IPPU (indutsrial process and production use) serta waste. Dalam record NDC Indonesia, sektor
Forestry and Other Land Use (FOLU) atau sektor kehutanan dan lahan, diproyeksikan memberikan
kontribusi hampir 60% dari total target penurunan emisi gas rumah kaca. Dengan demikian penanganan
pengendalian GRK pada sektor kehutanan menjadi sangat penting bagi Indonesia dan dalam agenda
climate actions global.
Dalam dokumen LTS-LCCR 2050, Indonesia menegaskan inisiatif menjadikan sektor FOLU sebagai net
sink sejak tahun 2030. Inisiatif ini dibangun dari koreksi kebijakan dan langkah sektor kehutanan selama
tidak kurang dari tujuh tahun, serta pencermatan mendalam atas berbagai persoalan sektor kehutanan
yang telah berlangsung selama belasan hingga puluhan tahun. Beberapa aspek yang didalami seperti
kebakaran hutan dan lahan, moratorium ijin baru pada hutan primer dan gambut, teknik modifikasi cuaca,
peningkatan upaya rehabilitasi hutan dan lahan; serta law enforcement, penegakan hukum atas
perambahan dan pembalakan hutan (illegal logging), dengan resultante langkah tersebut yang terefleksi
dalam penurunan deforestasi secara signifkan di tahun 2021. Tentu sangat dipahami bahwa
implementasi skenario FOLU Net Sink 2030 akan membutuhkan sumber daya yang sangat besar, dan
membutuhkan dukungan para pihak meliputi; Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, dunia usaha,
masyarakat, termasuk serta dukungan internasional.
Dokumen Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 disusun dengan pendekatan analisis
spasial, seperti; Indeks Kualitas Hutan, Nilai Konservasi Tinggi (HCV), Jasa lingkungan ekosistem
Tinggi, serta Indeks Biogeofisik (IBGF) Serapan Karbon, maupun Karhutla. Selain itu juga pertimbangan
atas Arahan Pemanfaatan Kawasan Hutan/RKTN 2011-2030 serta pertimbangan kapasitas kelembagaan
dan modal sosial kemasyarakatan di tingkat tapak. Tentu bukan hal yang mudah dapat membangun dan
memformulasikan ambisi net zero emission sektor kehutanan (FOLU) pada tahun 2030, apalagi dalam
menjalankannya.
Semua langkah aksi dalam Rencana Operasional ini dirancang rinci dan terintegrasi, sehingga dapat
menimbulkan manfaat ganda berupa pengurangan terukur laju emisi, perbaikan dan peningkatan tutupan
kanopi hutan dan lahan, perbaikan berbagai fungsi utama hutan seperti tata air, iklim mikro, ekosistem,
konservasi biodiversity, sekaligus sumbangan bagi kesejahteraan, kesetaraan dan kesehatan masyarakat
serta tegaknya hukum. Prinsipnya mengembalikan keberadaan hutan alam nasional dan fungsinya sebagai
penyangga kehidupan secara utuh.


visibility View File